oleh Arnellis
Saya
termasuk salah seorang yang percaya bahwa manusia perlu menciptakan
tantangan dalam hidupnya. Sederhana saja, biar hidup lebih seru. Maka
ketika suatu hari seorang teman mengajukan tantangan kepada saya untuk
menulis buku cerita, saya menerimanya.
Saya
kemudian mengikuti Kompetisi Menulis 100% Roman Asli Indonesia dari
Gagas Media tahun 2010 lalu. Saya sengaja memilih untuk mengambil
kategori classic romance
karena menurut saya itulah yang paling sulit untuk dibuat. Kategori itu
mewajibkan penulis untuk mengangkat unsur budaya suatu daerah atau ada
intrik konflik klasik dalam cerita. Nah, pekerjaan rumah seru dimulai.
Tak
lama buat saya untuk menjatuhkan pilihan pada Semarang, ibukota Jawa
Tengah sebagai latar cerita. Pertimbangannya sederhana, saya pernah dua
kali berkunjung ke sana. Kenapa tidak Jakarta atau Bogor, kota tempat
tinggal saya sendiri? Yah, tentu akan lebih mudah menulis cerita tentang
kota yang kita tinggali. Namun, saat itu saya merasa tidaklah menantag
untuk menulis cerita kota sendiri. Lagipula, kebetulan sudah ada, atau
malah sudah banyak yang bercerita tentang kota Jakarta. Maka saya
sengaja memilih kota yang tidak pernah saya tinggali, tapi sedikit
banyak pernah saya tahu. Harapannya, akan ada banyak tantangan seru
selama proses menulis berlangsung.
Maka
mulailah saya membuat kerangka cerita dengan menempatkan Semarang
sebagai latar tempat. Saya mulai memilih sejumlah nama tempat di kota
itu yang bisa dikembangkan dalam alur cerita. Ikon bangunan seperti
Lawang Sewu atau nama jalan seperti Pandanaran, misalnya. Tokoh kemudian
akan ditempatkan untuk tinggal di bagian-bagian kota Semarang. Tokoh
Sui Lian saya hidupkan di Pasar Bulu, dan tokoh Pras di Semarang Atas.
Lalu ketika cerita bergulir, tokoh-tokoh itu akan berjalan-jalan di
banyka tempat di Semarang.
Tantangan
serunya adalah ketika mendeskripsikan detil lokasi. Saya mengandalkan
ingatan dan dibantu foto-foto ketika berkunjung ke sana. Kalau lupa,
mungkin bisa lebih mudah didatangi jika lokasi yang kita inginkan itu
dekat. Karena tidak mungkin saya bolak-balik ke Semarang, saya mesti
mencari banyak referensi tulis. Lalu untuk mengaitkan detil lokasi satu
dengan lainnya, saya harus mengecek peta, buku, dan internet. Nah,
inilah yang menantang, dan rasanya seru sekali! Untungnya kemudian saya
punya sekali kesempatan ke Semarang sebelum deadline naskah tiba. Momen
itu saya manfaatkan untuk mencari detil lokasi sekali lagi, dan memberi
bumbu suasana dan rasa pada cerita. Hasilnya, jadilah novel Now and
Then, kisah cinta dua manusia di kota Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar