Dua tahun yang lalu ketika gue lagi leyeh-leyeh magabut (makan gaji buta) di ruangan kerja gue, salah satu temen gue nunjukkin video yang dia download dari Youtube. Video itu adalah seri Happy Tree Friends (HTF). Buat yang belum tau, HTF adalah kartun hewan-hewan unyu tapi sadis. Pada tiap adegannya dipertontonkan adegan sadis secara vulgar dan detail.
Gue yang waktu itu lagi bosen abis sama suasana dan kerjaan kantor yang begitu-begitu aja, luar biasa senangnya ditunjukkin kartun HTF. Sebelumnya gue udah pernah nonton HTF di salah satu saluran TV swasta, tapi baru sekarang nonton versi lengkapnya. Entah kenapa setelah nonton itu, gue hepi. Kadar kebahagiaan gue mungkin kaya bocah SD yang baru aja ditunjukkin majalah stensilan sama kakaknya.
Malamnya, gue coba buka lagi file video HTF yang gue copy dari temen gue dan perasaan senang berlebihan itu ternyata masih terjadi. Gue jelas takut, jangan-jangan sebenarnya gue mengidap Sadistic Personality Disorder alias pengindap perilaku menyimpang berupa menyenangi hal-hal sadis. Untuk membuktikannya, gue coba nonton film SAW III yang gue pinjem dari adik gue. Hasilnya, selama nonton film itu gue ngerasa ngeri, merinding, berkeringat, dan belingsatan nggak jelas. Gue lega, karena gue ternyata nggak mengidap perilaku menyimpang. Tapi entah kenapa kalo adegan sadis berbentuk kartun, gue suka. Apalagi yang unyu-unyu kaya HTF.
Berangkat dari pengalaman ini, maka gue tertarik untuk membuat kartun lucu yang sadis. Gue pernah coba gambar sendiri, warnain, terus animasikan di After Effect. Tapi hasilnya, gue super capek karena harus ngerjain semuanya sendirian. Nggak praktis, pikir gue. Apalagi gue harus kerja kantoran sembilan jam sehari, bahkan kadang harus lembur. Gue nggak punya waktu sama sekali buat bikin animasi kaya HTF.
Akhirnya gue memutuskan untuk melampiaskan hasrat sadis-unyu melalui media komik, walaupun gue belum pernah bikin komik sepanjang hidup gue.
Langkah awal yang gue lakukan adalah menciptakan satu tokoh yang karakter dan sifatnya kuat. Yang ada dipikiran gue saat itu: tokoh ini harus unyu, harus polos-cenderung bego, berkepribadian ganda, dan harus cewek.
Langkah kedua, gue menentukan penampilan si tokoh utama ini. Berhubung gue udah menentukan si tokoh utama ini adalah cewek, maka penampilannya pun harus unyu dan walaupun sifatnya polos cenderung bego, tapi jangan terkesan idiot (yang matanya juling, bibir memble, gigi bawah ngetril, dan ingus beleleran). Penampilannya juga harus cantik biar menipu pembaca. Gaya berpakaiannya juga harus simpel dan harus memakai baju warna ungu (entah kenapa harus ungu, padahal gue sendiri adalah penggila warna merah).
Langkah ketiga adalah menentukan nama si tokoh utama. Gue suka nama-nama cerita legenda Indonesia. Sempat kepikiran untuk pake nama Kadhita Ratna Suwinda (nama aslinya Nyi Roro Kidul) tapi akhirnya gue urungkan sebab Nyi Roro Kidul sukanya pake baju hijau, kalau gue pakein warna ungu gue takut nantinya bakal dihantui beliau sepanjang hidup gue (konyol kan alasannya?). Setelah mengumpulkan beberapa nama wanita dari legenda cerita Jawa, akhirnya gue memutuskan pake nama Nina Manjali, yang diambil dan gue rubah dikit dari nama Ratna Manggali (baca: Manjali) yang tak lain adalah putri dari ratu santet terkenal yaitu Calonarang. Bagi yang belum tau, Calonarang itu adalah wanita penebar santet di kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh Airlangga. Ya sudah, gue nggak mau cerita panjang lebar soal Calonarang, kalo lo semua penasaran bisa baca sendiri di Wikipedia.
Langkah keempat adalah menentukan karakter lain sebagai pendukung cerita Manjali. Karakter-karakter yang gue butuhkan antara lain: pertama, karakter korban derita yang di setiap ceritanya bolak-balik mati. Kedua, gue butuh karakter sombong yang di setiap cerita bakal jadi sasaran sindiran. Ketiga, gue butuh karakter yang serupa dengan Manjali tapi jenis kelaminnya berbeda. Kelima, gue butuh karakter jenius yang selalu mencipta alat-alat aneh yang ujung-ujungnya tuh alat bikin semua orang sial. Dari sini gue berhasil menciptakan Muluk si bego yang selalu sial dan mati di setiap certita, Basrie yang merupakan cerminan pejabat Indonesia, Saladin si karakter sadis selain Manjali, dan Om Profesor si jenius.
Langkah kelima gue butuh karakter tempelan dan setting. Karakter tempelan gue butuhkan untuk memperkuat setting, walau karakter ini dibuang atau tidak diikutsertakan dalam cerita namun nggak mempengaruhi jalan cerita. Berhubung gue mengambil setting cerita Manjali si anak korban malpraktek yang akhirnya hidup di kuburan, maka gue memilih Pongki si pocong, Dayang si Kuntilanak, Eyang si penjaga makam, dan Eyang Dukun si dukun amatiran sebagai karakter tempelan.
Langkah keenam gue menentukan konsep cerita. Seperti yang udah gue sebutkan sebelumnya, inspirasi utama gue adalah HTF. Jadi gue pengin konsep ceritanya unyu-sadis kaya HTF, tapi gue nggak mau niru plek-plek abis dari situ. Selain itu gue juga pengin menyisipkan sindiran sosial dan politik Indonesia di setiap cerita Manjali. Gue berpikir panjang dan menghabiskan sebagian besar waktu pada proses ini. Penggodokkan, uji coba cerita, sampe begadang semaleman gue lakukan untuk dapet konsep cerita. Bahkan untuk mendalami cerita konyol gila dan sadis gue sampe harus berani bertingkah di luar kebiasaan gue (gue nggak akan sebutin kelakuan apa yang gue lakukan, takut jadi contoh buruk buat lo semua).
Setelah semua siap, langkah terakhir gue adalah menentukan style gambar. Berhubung sepanjang hidup gue cuma baca komik Doraemon dan nggak suka baca komik lain, akhirnya gue menentukan gaya sendiri. Agak beresiko sih karena pasti pecinta komik bakal lebih gampang nerima gaya gambar yang mirip komik idola mereka. Tapi gue ambil resiko ini, asumsi gue gaya baru mungkin bakal memberi seuatu yang segar. Singkat cerita akhirnya gue ambil gaya paling simpel, penyok-penyok, dan anti penggaris. Alasannya sederhana: gue males gambar yang ribet-ribet karena gue sibuk. Hasilnya, gue bersyukur karena banyak orang bilang gaya gambar komik Manjali unik dan baru.
Jangan pernah berpikir bahwa menciptakan satu karakter itu instan, simpel, dan gampang. Gue juga nggak bilang susah, tapi prosesnya panjang. Untuk melakukan ini semua gue membutuhkan waktu kurang lebih empat bulan. Setelah itu Manjali siap gue publish di blog. Setelah gue publish di blog inilah semua berlanjut panjang. Suatu siang, di saat gue lagi tidur siang (waktu itu gue lagi dapat shift malam), seorang editor bernama Aan menelepon gue. Dia bilang tertarik sama cerita Manjali dan ingin menerbitkannya dalam bentuk buku. Singkat cerita, Manjali diterbitkan dan gue bersyukur sambutan pembaca cukup bagus hingga diteruskan sampai empat buku – termasuk versi novelnya.
Untuk proses dari Manjali di-publish ke blog hingga diterbitkan jangka waktunya kira-kira tiga bulan. Gue beruntung, karena proses gue menuju pintu penerbit nggak sepanjang komikus lain. Maka dari itu untuk proses ini gue nggak bisa berbagi tips. Siapa sih yang bisa menjelaskan keberuntungan?
Oke, itulah penjelasan singkat bagaimana gue mencipta Manjali hingga bisa diterbitkan. Selebihnya tergantung pribadi masing-masing untuk berkembang dan terus survive di tengah persaingan industri kreatif yang cepat. Lain waktu gue akan sharing tips dan proses gue membuat novel.
Untuk informasi lebih lanjut, bisa tanya gue langsung lewat twitter: @danniefaizal, FB: Manjali The Lousy Sinner, Instagram: Dannie_faizal, dan email: dannie.faizal@gmail.com. Oke, Tetap semangat dan kreatif!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar