Ada yang ngerti percakapan Burhan di atas? Yang anak Jakarta mana nih? Pasti kalian tahu. Kalau belum jangan ngaku anak nongkrong Jakarta. Soalnya, bahasa di kalimat itu udah nyebar di Jakarta sejak tahun 70-an. Waktu zaman mamah-papah kamu masih pacaran pake celana cutbray sambil main sepatu roda.
Di Bahas Bahasa kali ini Nyunyu nggak bakal ngasih tau arti kalimat di atas, melainkan lebih jauh lagi, nyeritain ke kamu-kamu generasi millennium tentang bahasa prokem. Okeh, mari kita mulai.
Kalau ‘prokem’ udah pada tau dong artinya? Ya, betul, prokem berasal dari kata preman. Bahasa prokem ini memang berasal dari para preman, anak jalanan, dan narapidana di bilangan Jakarta. Mereka menciptakan bahasa ini sebagai bahasa sandi. Biar orang-orang umum, terutama polisi, nggak gampang ngertiin komunikasi mereka.
Nah, bahasa prokem ini kian popular ketika munculnya novel-novel yang menampilkan kehidupan di Jakarta, salah satunya yang paling tenar adala novel Ali Topan Anak Jalanan karangan Teguh Esha. Sebagai anak yang melawan kemapanan orang tuanya dan tinggal di jalanan sekitar bulungan Ali Topan pun akrab dengan preman setempat.
Bahasa prokem sering banget muncul di cerita. Bahkan, Teguh Esha secara khusus melampirkan kamus bahasa prokem di bagian akhir buku.
Di novel Ali Topan Anak Jalanan yang pertama terbit tahun 1970an, diceritakan beberapa preman di daerah Bulungan, Jakarta Selatan, yang berbicara dengan bahasa sandi agar nggak mudah dimengerti orang banyak, terutama polisi. Mereka menyebut polisi dengan kata plokis, sepatu menjadi sepokat, sini menjadi sokin, dan bapak menjadi bokap.
Bahasa sandi itu pun kemudian diberi nama bahasa prokem yang berasal dari kata preman. Hingga kini, bahasa yang awalnya bahasa sandi kelompok tertentu itu makin berkembang dan terus digunakan oleh kita para anak muda sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar